Salah satu penyebab pendidikan diindonesia
agak terbelakang dibandingkan dengan Negara-negara lain karena semua usaha
untuk memperbaiki keadaan selaama ini hamper seperti meraba-raba dalam gelap.
Ungkapan
ini mungkin ada benarnya karena dalam perjalanan selama hampir 70 tahun sejak
kemerdekaan dan sudah di urus oleh 29 mentri pendidikan, Pendidikan nasional
belum mampu eksis sebagaimana dicita-citakan oleh para pejuang dan pendiri
negeri ini. “Mencerdaskan kehidupan
bangsa” merupakan satu cita-cita mulia para pendiri negeri ini sekaligus
sebagai salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia.
Berbicara
pendidikan nasional, tidak terlepas dari nama Ki hadjar Dewantara atau
Soerdjadi Soerianingrat yang menjadikan “Pendidikan” sebagai basis perjuangan
mewujudkan kemerdekaan. Melalui pendidikan itulah beliau membawa bangsa
Indonesia menyadari arti kemerdekaan dan kemandirian suatu bangsa. Pemikiranya
yang sangat
mendasar berbasis jiwa, semangat, dan nilai – nilai kebangsaan yang
bersifat nonkoperatif dengan penjajah Belanda dan lebih mengutamakan
kepentingan nilai-nilai kebangsaan, ternyata sangat ampuh menyadarkan bangsa
Indonesia akan arti kemerdekaan dan membuat kekhawatiran pemerintah kolonial Belanda.
Sebagai wujud penghormatan kepada jasa pemikiran dan kinerja Ki Hadjar
Dewantara, Tanggal kelahirannya, 2 Mei, telah di jadikan sebagai Hari Pendidikan
Nasional yang di tetapkan berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor 316 tanggal
10 Desember 1959. Cita-cita Ki Hadjar Dewantara untuk mencapai Indonesia Merdeka
diwujudkan dengan bergabung bersama gerakan Budi Utomo tahun 1908. Setelah
gagal studi di Stovia karena sakit, beliau menjadi wartawan berbagai media dan
menjadikannya sebagai senjata perjuangan mencapai kemerdekaan. Dengan kepiawaiannya
sebagai wartawan, tulisan-tulisannya menjadi sumber dinamika perjuangan yang
membuat kolonial Belanda sangat ketakutan. Akibat berbagai tulisannya yang
dianggap berbahaya oleh pemerintah belanda, Ki Hadjar Dewantara beserta pejuang
lainnya di asingkan ke negeri Belanda.
Pengasingannya ke
negeri belanda ibarat “bilatung ninggang
dage” yang artinya dibuang ketempat
yang membuat makin tumbuh dan berkembang. Di pengasingan itulah Ki Hadjar
Dewantara memperdalam bidang ilmu pendidikan dan ber tholabul-ilmi kepada sejumlah tokoh pendidikan seperti Jean
Lighart, Langeveld, Pestalozi, Frederich Frobel, Maria Montesori, dan Heyman.
Dari situlah beliau memperoleh ilmu pengetahuan tentang pendidikan dan menjadi
sumber inspirasi cita-cita perjuangan kemerdekaan. Meskipun ilmu pengetahuan tentang
pendidikan di peroleh dari dunia barat, tetapi jiwa nasionalismenya tetp
menjadi filter dalam mewujudkan strategi perjuangan melalui pendidikelia.
Beliau tidak setuju jiwa pendidikan
model Barat yang materialistis (mengagungkan materi atau kebendaan tanpa
memedulikan sisi batiniah), intelektualistis (mengagungkan aspek intelektual
tanpa memedulikan aspek keperibadian lainnya), dan individualistis
(mementingkan diri sendiri dan tidak peduli kepada orang lain). Ki Hadjar
Dewantara memandang bahwa pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerntah kolonial
Belanda lebih ditujukan kepada kepentingan pihak penjajahdan menjauhkan rakyat
serta membodohkan dan memiskinkan rakyat Indonesia. Ki Hdjar Dewantara
membangun pola pendidikan yang utuh berbasis karakter kebangsaan Indonesia dengan
segala nilai luhurnya berdasarkan kodrat alam dan budaya Indonesia, serta
mencakup semua warga Negara Indonesia dan untuk kepentingan kemajuan seluruh
warga bangsa Indonesia di seluruh kawaasan Indonesia.
Sehabis masa
pengasingan dan kembali ke tanah air, cita-cita tersebut diwujudkan melalui
tulisan-tulisan dalam berbagai media, pidato dalam berbagai forum, dan
diwujudkan dengan mendirikan Taman Siswa tahun 1922. Sejak itu hingga menjelang
wafatnya, beliau amat produktif dengan memublikasika ratusan tentang gagasan
nilai-nilai pendidikan nasional. Tulisannya langsung menyebar dan menjiwai
semua pihak yang menelaahnya serta menerapkannya. Demikian pula
pidato-pidatonya dalam berbagai forum membuat semua memahami gagasannya
sekaligus membangun jiwa perjuangan untuk mencapai kemerdekaan.
Kehadiran Taman Siswa
di Yogyakarta dan diikuti di berbagai daerah merupakan wujud eksperimen empiris
cita-cita dan gagsannya secara nyata. Tulisan, Pidato, dan kehadiran Taman
Siswa membuat kolonial Belanda merasa terancam dan membatasi ruang geraknya
serta menganggap Taman Siswa sebagai sekolah liar. Namun, Ki Hadjar Dewantara
tetap berjuang hingga akhirnya kemerdekaan tercapai dan beliau Menjadi mentri
pendidikan pertama di era kemerdekaan. Melalui posisi itulah semua cita-cita
dan nilai-nilai pendidikan nasional diterapkan untuk mengisi kemerdekaan.
Asas pendidikan “ing
ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani” (di
depan menjadi teladan, di tengah secara bersama merasa senasib sepenanggungan,
di belakang terus menerus memberi semangat kepada semua),, asas lainnya seperti
tripusat pendidikan, konfergrnsi, kontinu, konsentris, pendidikan karakter, dan
lain-lain, kemudian menjadi landasan kerangka dasar system pendidikan nasional
Indonesia yang akan terus lestari hingga akhir zaman dan senantiasa relevan
dalam menghadapi tantangan globalisasi.
Dalam memperingati
Hari Pendidikan Nasional 2 Mei ada baiknya kita menghayati kembali nilai-nilai
pendidikan nasional yang telah di bangun oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai
sumber cahaya agar para pemangku kepentingan pendidikan tidak meraba-raba dalam
kegelapan. Pendidikan nasional saat ini dirasakan telah keluar dari koridor
cita-cita dan nilai-nilai ajaran pendidikan nasional yang digagas oleh Ki
Hadjar Dewantara.
Dewasa ini
pendidikan cenderung telah bergeser dari “pelayanan publik” ke “komoditas” ,
cenderung bergeser dari “populis
egalitarian” ke “intelektualis elitis”, cenderung “individualistis” dan
mengabaikan “keadilan sosial” ,lebih “akademik” dan kurang memperhatikan “aspek
karakter”, simplifikasi mutu sekedar “hasil UN”, dan banyak lagi penyimpangan
lainnya. Ajaran Ki Hadjar Dewantara yang di adaptasi dengan situasi kekinian
sesungguhnya dapat di jadikan sebagai sumber cahaya agar pendidikan nasional
dapat di revitalisasi untuk menyelamatkan bangsa tanpa meaba-raba di
kegelapan.//
Sumber: pr” 2/5/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar