“Selalu Bersyukur”

Entri yang Diunggulkan

PERTOLONGAN AL-QUR’AN DI ALAM QUBUR

Rabu, 18 Mei 2016

Revitalisasi Ajaran Ki Hadjar

generus cotester


Salah satu penyebab pendidikan diindonesia agak terbelakang dibandingkan dengan Negara-negara lain karena semua usaha untuk memperbaiki keadaan selaama ini hamper seperti meraba-raba dalam gelap.

Ungkapan ini mungkin ada benarnya karena dalam perjalanan selama hampir 70 tahun sejak kemerdekaan dan sudah di urus oleh 29 mentri pendidikan, Pendidikan nasional belum mampu eksis sebagaimana dicita-citakan oleh para pejuang dan pendiri negeri ini. “Mencerdaskan kehidupan bangsa” merupakan satu cita-cita mulia para pendiri negeri ini sekaligus sebagai salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia.
Berbicara pendidikan nasional, tidak terlepas dari nama Ki hadjar Dewantara atau Soerdjadi Soerianingrat yang menjadikan “Pendidikan” sebagai basis perjuangan mewujudkan kemerdekaan. Melalui pendidikan itulah beliau membawa bangsa Indonesia menyadari arti kemerdekaan dan kemandirian suatu bangsa. Pemikiranya yang sangat
mendasar berbasis jiwa, semangat, dan nilai – nilai kebangsaan yang bersifat nonkoperatif dengan penjajah Belanda dan lebih mengutamakan kepentingan nilai-nilai kebangsaan, ternyata sangat ampuh menyadarkan bangsa Indonesia akan arti kemerdekaan dan membuat kekhawatiran pemerintah kolonial Belanda. Sebagai wujud penghormatan kepada jasa pemikiran dan kinerja Ki Hadjar Dewantara, Tanggal kelahirannya, 2 Mei, telah di jadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional yang di tetapkan berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor 316 tanggal 10 Desember 1959. Cita-cita Ki Hadjar Dewantara untuk mencapai Indonesia Merdeka diwujudkan dengan bergabung bersama gerakan Budi Utomo tahun 1908. Setelah gagal studi di Stovia karena sakit, beliau menjadi wartawan berbagai media dan menjadikannya sebagai senjata perjuangan mencapai kemerdekaan. Dengan kepiawaiannya sebagai wartawan, tulisan-tulisannya menjadi sumber dinamika perjuangan yang membuat kolonial Belanda sangat ketakutan. Akibat berbagai tulisannya yang dianggap berbahaya oleh pemerintah belanda, Ki Hadjar Dewantara beserta pejuang lainnya di asingkan ke negeri Belanda.
Pengasingannya ke negeri belanda ibarat “bilatung ninggang dage”  yang artinya dibuang ketempat yang membuat makin tumbuh dan berkembang. Di pengasingan itulah Ki Hadjar Dewantara memperdalam bidang ilmu pendidikan dan ber tholabul-ilmi kepada sejumlah tokoh pendidikan seperti Jean Lighart, Langeveld, Pestalozi, Frederich Frobel, Maria Montesori, dan Heyman. Dari situlah beliau memperoleh ilmu pengetahuan tentang pendidikan dan menjadi sumber inspirasi cita-cita perjuangan kemerdekaan. Meskipun ilmu pengetahuan tentang pendidikan di peroleh dari dunia barat, tetapi jiwa nasionalismenya tetp menjadi filter dalam mewujudkan strategi perjuangan melalui pendidikelia. Beliau  tidak setuju jiwa pendidikan model Barat yang materialistis (mengagungkan materi atau kebendaan tanpa memedulikan sisi batiniah), intelektualistis (mengagungkan aspek intelektual tanpa memedulikan aspek keperibadian lainnya), dan individualistis (mementingkan diri sendiri dan tidak peduli kepada orang lain). Ki Hadjar Dewantara memandang bahwa pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerntah kolonial Belanda lebih ditujukan kepada kepentingan pihak penjajahdan menjauhkan rakyat serta membodohkan dan memiskinkan rakyat Indonesia. Ki Hdjar Dewantara membangun pola pendidikan yang utuh berbasis karakter kebangsaan Indonesia dengan segala nilai luhurnya berdasarkan kodrat alam dan budaya Indonesia, serta mencakup semua warga Negara Indonesia dan untuk kepentingan kemajuan seluruh warga bangsa Indonesia di seluruh kawaasan Indonesia.
Sehabis masa pengasingan dan kembali ke tanah air, cita-cita tersebut diwujudkan melalui tulisan-tulisan dalam berbagai media, pidato dalam berbagai forum, dan diwujudkan dengan mendirikan Taman Siswa tahun 1922. Sejak itu hingga menjelang wafatnya, beliau amat produktif dengan memublikasika ratusan tentang gagasan nilai-nilai pendidikan nasional. Tulisannya langsung menyebar dan menjiwai semua pihak yang menelaahnya serta menerapkannya. Demikian pula pidato-pidatonya dalam berbagai forum membuat semua memahami gagasannya sekaligus membangun jiwa perjuangan untuk mencapai kemerdekaan.
Kehadiran Taman Siswa di Yogyakarta dan diikuti di berbagai daerah merupakan wujud eksperimen empiris cita-cita dan gagsannya secara nyata. Tulisan, Pidato, dan kehadiran Taman Siswa membuat kolonial Belanda merasa terancam dan membatasi ruang geraknya serta menganggap Taman Siswa sebagai sekolah liar. Namun, Ki Hadjar Dewantara tetap berjuang hingga akhirnya kemerdekaan tercapai dan beliau Menjadi mentri pendidikan pertama di era kemerdekaan. Melalui posisi itulah semua cita-cita dan nilai-nilai pendidikan nasional diterapkan untuk mengisi kemerdekaan.
Asas pendidikan “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani” (di depan menjadi teladan, di tengah secara bersama merasa senasib sepenanggungan, di belakang terus menerus memberi semangat kepada semua),, asas lainnya seperti tripusat pendidikan, konfergrnsi, kontinu, konsentris, pendidikan karakter, dan lain-lain, kemudian menjadi landasan kerangka dasar system pendidikan nasional Indonesia yang akan terus lestari hingga akhir zaman dan senantiasa relevan dalam menghadapi tantangan globalisasi.
Dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional 2 Mei ada baiknya kita menghayati kembali nilai-nilai pendidikan nasional yang telah di bangun oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai sumber cahaya agar para pemangku kepentingan pendidikan tidak meraba-raba dalam kegelapan. Pendidikan nasional saat ini dirasakan telah keluar dari koridor cita-cita dan nilai-nilai ajaran pendidikan nasional yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara.

Dewasa ini pendidikan cenderung telah bergeser dari “pelayanan publik” ke “komoditas” , cenderung bergeser dari “populis egalitarian” ke “intelektualis elitis”, cenderung “individualistis” dan mengabaikan “keadilan sosial” ,lebih “akademik” dan kurang memperhatikan “aspek karakter”, simplifikasi mutu sekedar “hasil UN”, dan banyak lagi penyimpangan lainnya. Ajaran Ki Hadjar Dewantara yang di adaptasi dengan situasi kekinian sesungguhnya dapat di jadikan sebagai sumber cahaya agar pendidikan nasional dapat di revitalisasi untuk menyelamatkan bangsa tanpa meaba-raba di kegelapan.//


Sumber: pr” 2/5/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar