Bu Mila dan Pak
Faisal memang membesarkan Indah dengan penuh
kasih sayang namun tidak berlebihan. Sejak kecil Indah dididik untuk memegang teguh
komitmen yang dibuat.
Janji adalah janji, sebisa mungkin harus ditepati. Segala sesuatu yang dimulai dengan kebohongan akan
berakhir dengan kebohongan.
Sesuatu yang dimulai dengan kecurangan akan berakhir dengan kegagalan. Sesuatu yang dimulai engan kesombongan akan berakhir dengan kehancuran. Sebaliknya sesuatu yang dimulai dengan niat aik dan ketulusan akan berakhir dengan kebahagiaan.
Janji adalah janji, sebisa mungkin harus ditepati. Segala sesuatu yang dimulai dengan kebohongan akan
berakhir dengan kebohongan.
Sesuatu yang dimulai dengan kecurangan akan berakhir dengan kegagalan. Sesuatu yang dimulai engan kesombongan akan berakhir dengan kehancuran. Sebaliknya sesuatu yang dimulai dengan niat aik dan ketulusan akan berakhir dengan kebahagiaan.
Hari ini Indah
ulang tahun, Bu Mila dan Pak Faisal memang tidak pernah merayakan ulang tahun
Indah engan
pesta yang mewah. Cukup syukuran kecil- kecilan di rumah. Namun tidak seperti
biasanya, kali ini ndah minta hadiah. “Umi, beliin Indah kaus kaki renda ya...
punya temen Indah baguuuss deh...
ada coraknya...”, ujar indah dengan penuh harap, begitu halus intonasinya sebenarnya Bu Mila tak sanggup menolak, tapi apapun yang terjadi, komitmen harus dipertahankan..
ada coraknya...”, ujar indah dengan penuh harap, begitu halus intonasinya sebenarnya Bu Mila tak sanggup menolak, tapi apapun yang terjadi, komitmen harus dipertahankan..
“Boleh, nanti
Indah ikut Umi ke Swalayan ya, kita beli disana aja. tapi Indah mesti janji,
nggak boleh minta apa-apa lagi.” ujar bu Mila penuh kasih. “Makasi ya Umi,
Indah janji nggak akan minta apa-apa agi, kaus kaki itu sudah cukup buat Indah.”.
Sesuai janji, sore
itu Bu Mila mengajak Indah ke Swalayan dekat rumah. Nggak perlu waktu lama bagi
indah untuk menemukan kaus kakinya. Tapi ceritanya
jadi lain saat Indah melihat kalung mutiara plastik di etalase
kios asesoris kecantikan. Kalung itu sungguh menarik, warnanya putih mengkilap seperti
kalung
mutiara sungguhan. Indah bingung, Ia terlanjur janji tidak akan minta apa-apa
lagi. tapi kalung itu begitu menarik baginya. Indah tidak sanggup menahan
hasrat untuk
memiliki kalung itu. Lidahnya kelu, ia
malu, tapi desakan itu kian kuat. akhirnya dengan terbata-bata, Indah berkata
“Umi maafin Indah ya..
Indah nggak jadi beli kaus kaki renda, Indah mau kalung itu. tapi kalo nggak boleh, nggak apa-apa Indah nggak maksa, maafin Indah ya Umi, tapi indah mau kalungnya..” ujar Indah. Sebenarnya Bu Mila bisa saja membelikan keduanya sekaligus, namun Indah tetap harus memegang komitmen yang dibuat. “Indah boleh beli kalungnya, tapi kaus kakinya nggak jadi ya? Karena harganya lebih mahal, Umi akan potong sisanya dari tabungan Indah minggu ini. Gimana, Indah setuju?” . “Setuju Umi, nggak apa-apa deh nggak pake kaus kaki renda juga yang penting pake kalung mutiara, hehe...
makasi ya Umi... Umi baik deh...”
Indah nggak jadi beli kaus kaki renda, Indah mau kalung itu. tapi kalo nggak boleh, nggak apa-apa Indah nggak maksa, maafin Indah ya Umi, tapi indah mau kalungnya..” ujar Indah. Sebenarnya Bu Mila bisa saja membelikan keduanya sekaligus, namun Indah tetap harus memegang komitmen yang dibuat. “Indah boleh beli kalungnya, tapi kaus kakinya nggak jadi ya? Karena harganya lebih mahal, Umi akan potong sisanya dari tabungan Indah minggu ini. Gimana, Indah setuju?” . “Setuju Umi, nggak apa-apa deh nggak pake kaus kaki renda juga yang penting pake kalung mutiara, hehe...
makasi ya Umi... Umi baik deh...”
Akhirnya Bu Mila
membelinya dan Indah segera memakainya. Indah semakin terlihat cantik,
wajahnya merona ceria sekali. Kalung itu jadi mainan kesayangan Indah, tiap hari selalu dipakainya. Indah sering cerita pada Bu Mila dan Pak Faisal, betapa sayangnya Ia pada kalung mutiaranya. Tidak
terasa sebulan telah berlalu, dan Indah semakin tidak bisa berpisah dengan kalung mutiaranya. Kemanapun Indah pergi, kalung itu selalu menempel di lehernya, membuat Indah semakin tampak cantik dan menggemaskan.
Malam itu seperti biasa, Pak Faisal membacakan dongeng sebelum Indah tidur. menjelang akhir isahnya, Pak Faisal mengajukan sebuah pertanyaan pada Indah. “Indah..., Indah sayang sama Ayah?” . “Tentu
dong yah, Indah sayaaang sama ayah, sama Umi juga...
kenapa...?” .
wajahnya merona ceria sekali. Kalung itu jadi mainan kesayangan Indah, tiap hari selalu dipakainya. Indah sering cerita pada Bu Mila dan Pak Faisal, betapa sayangnya Ia pada kalung mutiaranya. Tidak
terasa sebulan telah berlalu, dan Indah semakin tidak bisa berpisah dengan kalung mutiaranya. Kemanapun Indah pergi, kalung itu selalu menempel di lehernya, membuat Indah semakin tampak cantik dan menggemaskan.
Malam itu seperti biasa, Pak Faisal membacakan dongeng sebelum Indah tidur. menjelang akhir isahnya, Pak Faisal mengajukan sebuah pertanyaan pada Indah. “Indah..., Indah sayang sama Ayah?” . “Tentu
dong yah, Indah sayaaang sama ayah, sama Umi juga...
kenapa...?” .
“Kalo Indah sayang sama Ayah..., Kalungnya
buat Ayah ya...?” . “Ya… Ayah, jangan
dong yah... Ayah boleh ambil boneka kancil punya Indah, atau si Twingky... atau si Tweety... tapi jangan kalung ini yah...” ujar Indah memelas. “Ya
udah... nggak apa-apa... Ayah
ngerti kok” , ujar Pak Faisal bijak.
dong yah... Ayah boleh ambil boneka kancil punya Indah, atau si Twingky... atau si Tweety... tapi jangan kalung ini yah...” ujar Indah memelas. “Ya
udah... nggak apa-apa... Ayah
ngerti kok” , ujar Pak Faisal bijak.
Esok malamnya, di akhir ceritanya, Pak Faisal kembali mengajukan pertanyaan yang sama pada Indah. “Indah...,
Indah sayang sama Ayah?” .
“Tentu dong yah, Indah
sayaaang sama ayah, sama umi
juga… emang kenapa…?”.
“Kalo Indah sayang sama Ayah..., Kalungnya
buat Ayah ya..?”. “Ya...
Ayah, jangan dong yah... Ayah boleh ambil boneka beruang punya Indah, atau si bantal kingkong kesayangan Indah, tapi jangan kalung ini... Indah sayaaang banget sama kalung ini... ” ujar Indah memelas sambil matanya barkaca-kaca.
“Ya udah... nggak apa-apa.. Ayah ngerti kok... Indah tidurnya yang lelap ya, tapi jangan kesiangan, bangunnya pagi -pagi ya sayang...”ujar Pak Faisal, mencoba mencairkan suasana.
Ayah, jangan dong yah... Ayah boleh ambil boneka beruang punya Indah, atau si bantal kingkong kesayangan Indah, tapi jangan kalung ini... Indah sayaaang banget sama kalung ini... ” ujar Indah memelas sambil matanya barkaca-kaca.
“Ya udah... nggak apa-apa.. Ayah ngerti kok... Indah tidurnya yang lelap ya, tapi jangan kesiangan, bangunnya pagi -pagi ya sayang...”ujar Pak Faisal, mencoba mencairkan suasana.
Esok malamnya
ketika Pa Faisal masuk kamar Indah, Pa Faisal melihat Indah menangis, tangisan polos anak kecil yang cantik. Siapapun yang mendengarnya,
pasti terenyuh hatinya karena Indah memang
jarang nangis. Pak Faisal mendekat dan mengusap lembut rambut Indah yang tergerai panjang. Indah
berbalik, hingga Pak Faisal dapat melihat raut muka Indah yang sedang menangis. Air matanya menetesi pipi-pipinya yang halus, matanya berkaca- kaca, tangannya yang mungil menggenggam erat kalung mutiaranya. Dengan terbata- bata Indah berkata, “Ayah.. Indah sayaaanng banget sama Ayah.. sama umi juga.. Indah juga sayang sama kalung ini.. tapi Indah lebih sayang sama ayah dan Umi… jadi… kalung ini buat ayah aja..” ujar Indah disela-sela isak tangisnya.
Melihat ketulusan Indah, Pak Faisal terenyuh hatinya. Sambil tersenyum, ia berkata “Indah… Ayah sama Umi juga sayaang sama Indah, makasih Indah mau ngasih kalungnya ke Ayah. Boleh Ayah ambil kalungnya sekarang..?”. Dengan senyum yang tulus, Indah mengulurkan tangannya.. sambil tersenyum, Indah berkata “Boleh.. Indah ikhlas kok.. lagian kalung ini nggak ada apa-apanya
dibandingkan kasih sayang ayah sama umi..” ujar Indah dengan tulus.
Dengan perlahan sambil menatap mata Indah, Pak Faisal mengambil kalung itu dari tangan Indah dan memasukkan kalung itu ke saku celana panjangnya. Kemudian… Pak Faisal merogoh saku kemejanya
dan mengeluarkan kotak kecil berwarna merah dan memberikannya pada Indah.
“Makasih Indah, Bapak bangga sama Indah.. sebenarnya bapak mau ngasih hadiah ini sebulan yang lalu.. tapi sepertinya sekaranglah saat yang tepat.. dibuka ya hadiahnya..” Ujar Pak Faisal, setengah berbisik.
Dengan cekatan, tangan mungil Indah segera bergerak membuka kotak kecil itu, muka Indah tiba-tiba merona, berwarna merah muda, indaaahh sekali.. ternyata kotak kecil itu berisi…………………… “kalung mutiara yang asli!”.
jarang nangis. Pak Faisal mendekat dan mengusap lembut rambut Indah yang tergerai panjang. Indah
berbalik, hingga Pak Faisal dapat melihat raut muka Indah yang sedang menangis. Air matanya menetesi pipi-pipinya yang halus, matanya berkaca- kaca, tangannya yang mungil menggenggam erat kalung mutiaranya. Dengan terbata- bata Indah berkata, “Ayah.. Indah sayaaanng banget sama Ayah.. sama umi juga.. Indah juga sayang sama kalung ini.. tapi Indah lebih sayang sama ayah dan Umi… jadi… kalung ini buat ayah aja..” ujar Indah disela-sela isak tangisnya.
Melihat ketulusan Indah, Pak Faisal terenyuh hatinya. Sambil tersenyum, ia berkata “Indah… Ayah sama Umi juga sayaang sama Indah, makasih Indah mau ngasih kalungnya ke Ayah. Boleh Ayah ambil kalungnya sekarang..?”. Dengan senyum yang tulus, Indah mengulurkan tangannya.. sambil tersenyum, Indah berkata “Boleh.. Indah ikhlas kok.. lagian kalung ini nggak ada apa-apanya
dibandingkan kasih sayang ayah sama umi..” ujar Indah dengan tulus.
Dengan perlahan sambil menatap mata Indah, Pak Faisal mengambil kalung itu dari tangan Indah dan memasukkan kalung itu ke saku celana panjangnya. Kemudian… Pak Faisal merogoh saku kemejanya
dan mengeluarkan kotak kecil berwarna merah dan memberikannya pada Indah.
“Makasih Indah, Bapak bangga sama Indah.. sebenarnya bapak mau ngasih hadiah ini sebulan yang lalu.. tapi sepertinya sekaranglah saat yang tepat.. dibuka ya hadiahnya..” Ujar Pak Faisal, setengah berbisik.
Dengan cekatan, tangan mungil Indah segera bergerak membuka kotak kecil itu, muka Indah tiba-tiba merona, berwarna merah muda, indaaahh sekali.. ternyata kotak kecil itu berisi…………………… “kalung mutiara yang asli!”.
Sahabat, sedikit renungan yang dapat kita petik dari cerita di atas, terkadang kita terlalu terikat dengan apa yang telah kita capai dan kita inginkan. Entah itu berupa kekayaan, kedudukan, pangkat, jabatan, pasangan, atau apapun. Kita selalu merasa berat untuk kehilangan benda atau orang yang sangat kita sayangi. Seperti Indah yang demikian sayangnya pada kalung mutiara imitasi-nya. Namun tahukah
sahabat, seperti Pak Faisal, sesungguhnya seperti itulah Allah membimbing kita.
Terkadang Allah
mencabut kedudukan kita, mengambil kekayaan kita, mengambil orang
yang sangat kita sayangi, melalui kuasanya. Sebenarnya Allah
sedang menunggu.. Apakah kita akan melepaskan
segala kepalsuan yang melekat pada diri kita atau tidak. Sekali kita melepaskan kepalsuan yang melekat, saat itu juga, Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang asli, yang lebih bersinar, dan abadi.
segala kepalsuan yang melekat pada diri kita atau tidak. Sekali kita melepaskan kepalsuan yang melekat, saat itu juga, Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang asli, yang lebih bersinar, dan abadi.
Sahabat, mudah2an kita dapat mengambil sedikit pelajaran dari kisah kalung mutiara tersebut.
Itulah jalan Allah, ‘INDAH PADA WAKTUNYA”,
“Allah tak memberi apa yang kita harapkan, tapi Allah memberi apa yang kita perlukan. Kadang kita
sedih, marah dan kecewa. Tapi jauh diatas segalanya, Allah sedang merencanakan
yang terindah buat kita”. “Perjalanan hidup itu ibarat sebuah hari, Dini
hari adalah masa dimana lembar baru tercipta, Pagi hari adalah masa kanak-kanak
dimana mimpi digantungkan. Siang hari adalah masa dewasa dimana mimpi dikejar
dan diraih. Senja hari adalah masa tua dimana mimpi dinikmati,
sedangkan malam adalah masa untuk mengakhirinya dengan istirahat
panjang..
panjang..
Sahabat, semoga hidup
ini sebaik perjalanan hari-harimu”.
(Dr berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar