“Selalu Bersyukur”

Entri yang Diunggulkan

PERTOLONGAN AL-QUR’AN DI ALAM QUBUR

Sabtu, 07 Mei 2016

Indah Pada Waktunya

cotester

Indah namanya , umurnya  genap  enam tahun. Kulitnya putih dengan  rambut hitam tergerai  panjang. Indah memang cantik, dan hatinya jauh lebih cantik. Indah dibesarkan dengan kasih sayang, dengan kepercayaan, dan dengan teladan yang baik dari kedua orangtuanya.
Bu Mila dan Pak Faisal memang  membesarkan Indah dengan  penuh kasih sayang namun tidak berlebihan. Sejak  kecil  Indah dididik untuk memegang  teguh komitmen yang dibuat.
Janji adalah janji, sebisa
 mungkin harus ditepati. Segala sesuatu yang dimulai dengan kebohongan akan
berakhir dengan kebohongan.
Sesuatu yang dimulai dengan kecurangan akan berakhir
 dengan kegagalan. Sesuatu  yang  dimulai engan kesombongan akan berakhir  dengan kehancuran. Sebaliknya  sesuatu yang dimulai dengan  niat aik dan ketulusan akan berakhir dengan kebahagiaan.

Hari ini Indah ulang tahun, Bu Mila dan Pak Faisal memang  tidak pernah merayakan ulang  tahun Indah  engan pesta yang  mewah. Cukup syukuran kecil- kecilan di rumah. Namun tidak seperti biasanya, kali ini ndah minta hadiah. “Umi, beliin Indah kaus kaki renda ya... punya temen Indah baguuuss deh...
ada coraknya...”, ujar indah dengan penuh harap, begitu halus intonasinya sebenarnya Bu Mila tak
sanggup menolak, tapi apapun yang terjadi, komitmen harus dipertahankan..
“Boleh, nanti Indah ikut Umi ke Swalayan ya, kita beli disana aja. tapi Indah mesti janji, nggak boleh minta apa-apa lagi.” ujar bu Mila penuh kasih. “Makasi ya Umi, Indah janji nggak akan minta apa-apa agi, kaus kaki itu sudah cukup buat Indah.”.
Sesuai janji, sore itu Bu Mila mengajak Indah ke Swalayan dekat rumah. Nggak perlu waktu lama bagi indah untuk menemukan kaus kakinya. Tapi ceritanya jadi lain saat Indah  melihat kalung mutiara plastik di etalase kios asesoris kecantikan. Kalung itu sungguh menarik, warnanya putih mengkilap seperti  kalung mutiara sungguhan. Indah bingung, Ia terlanjur janji tidak akan minta apa-apa lagi. tapi kalung itu begitu menarik baginya. Indah tidak sanggup menahan hasrat  untuk memiliki kalung itu. Lidahnya kelu, ia malu, tapi desakan itu kian kuat. akhirnya dengan terbata-bata, Indah berkata “Umi maafin Indah ya..
Indah nggak jadi beli kaus kaki renda, Indah mau kalung itu. tapi kalo nggak boleh, nggak apa-apa Indah nggak maksa, maafin Indah ya Umi, tapi indah mau kalungnya..” ujar Indah. Sebenarnya Bu Mila bisa saja membelikan keduanya sekaligus, namun Indah tetap harus memegang komitmen yang dibuat. “Indah boleh beli kalungnya, tapi kaus kakinya nggak jadi ya? Karena harganya lebih mahal, Umi akan potong sisanya dari tabungan Indah minggu ini. Gimana, Indah setuju?” . “Setuju Umi, nggak apa-apa deh nggak pake kaus kaki renda juga yang penting
 pake kalung mutiara, hehe...
makasi ya Umi... Umi baik deh...”
Akhirnya Bu Mila membelinya  dan Indah segera memakainya.  Indah semakin terlihat cantik,
wajahnya merona ceria sekali. Kalung itu jadi mainan kesayangan Indah, tiap hari selalu dipakainya. Indah sering cerita pada Bu Mila dan Pak Faisal, betapa sayangnya Ia pada kalung mutiaranya. Tidak
terasa sebulan telah berlalu, dan Indah semakin tidak bisa berpisah dengan kalung
 mutiaranya. Kemanapun Indah pergi, kalung itu selalu menempel di lehernya, membuat Indah semakin tampak cantik dan menggemaskan.
Malam itu seperti biasa, Pak Faisal membacakan dongeng
 sebelum Indah tidur. menjelang  akhir isahnya, Pak Faisal  mengajukan sebuah pertanyaan  pada Indah. “Indah..., Indah  sayang sama Ayah?” . “Tentu
dong yah, Indah sayaaang sama
 ayah, sama Umi juga...
kenapa...?” .
 “Kalo Indah sayang sama Ayah..., Kalungnya buat Ayah ya...?” . “Ya… Ayah, jangan
dong yah... Ayah boleh ambil boneka kancil punya Indah, atau si Twingky... atau si Tweety... tapi jangan
kalung ini  yah...” ujar Indah memelas. “Ya
udah... nggak apa-apa... Ayah
ngerti kok” , ujar Pak Faisal bijak.

Esok malamnya, di akhir
 ceritanya, Pak Faisal kembali mengajukan pertanyaan yang  sama pada Indah. “Indah...,
Indah sayang sama Ayah?” .
“Tentu dong yah, Indah
sayaaang sama ayah, sama umi
juga… emang kenapa…?”.
 “Kalo Indah sayang sama Ayah..., Kalungnya buat Ayah ya..?”. “Ya...
Ayah, jangan dong yah... Ayah boleh ambil boneka beruang punya Indah, atau si bantal kingkong kesayangan Indah, tapi jangan kalung ini... Indah sayaaang banget sama kalung ini... ” ujar Indah memelas sambil matanya barkaca-kaca.
“Ya udah... nggak apa-apa.. Ayah ngerti kok... Indah tidurnya yang lelap ya, tapi jangan kesiangan, bangunnya pagi
-pagi ya sayang...”ujar Pak Faisal, mencoba mencairkan suasana.
Esok malamnya ketika Pa Faisal masuk kamar Indah, Pa Faisal  melihat Indah menangis, tangisan polos anak kecil yang cantik. Siapapun yang  mendengarnya, pasti terenyuh  hatinya karena Indah memang
jarang nangis. Pak Faisal
 mendekat dan mengusap  lembut rambut Indah yang  tergerai panjang. Indah
berbalik, hingga Pak Faisal dapat melihat raut muka Indah yang sedang menangis. Air
 matanya menetesi pipi-pipinya  yang halus, matanya berkaca- kaca, tangannya yang mungil  menggenggam erat kalung mutiaranya. Dengan terbata- bata Indah berkata, “Ayah..  Indah sayaaanng banget sama Ayah.. sama umi juga.. Indah  juga sayang sama kalung ini..  tapi Indah lebih sayang sama ayah dan Umi… jadi… kalung ini buat ayah aja..” ujar Indah disela-sela isak tangisnya.
Melihat ketulusan Indah, Pak Faisal terenyuh hatinya. Sambil
 tersenyum, ia berkata “Indah… Ayah sama Umi juga sayaang  sama Indah, makasih Indah  mau ngasih kalungnya ke Ayah.   Boleh Ayah ambil kalungnya  sekarang..?”. Dengan senyum  yang tulus, Indah mengulurkan  tangannya.. sambil tersenyum,  Indah berkata “Boleh.. Indah  ikhlas kok.. lagian kalung ini  nggak ada apa-apanya
dibandingkan kasih sayang ayah sama umi..” ujar Indah dengan tulus.
Dengan perlahan sambil menatap mata Indah, Pak Faisal mengambil kalung itu dari tangan Indah dan memasukkan
 kalung itu ke saku celana panjangnya. Kemudian… Pak  Faisal merogoh saku kemejanya
dan mengeluarkan kotak kecil
 berwarna merah dan memberikannya pada Indah.
“Makasih Indah, Bapak bangga sama Indah.. sebenarnya bapak
 mau ngasih hadiah ini sebulan  yang lalu.. tapi sepertinya  sekaranglah saat yang tepat.. dibuka ya hadiahnya..” Ujar Pak Faisal, setengah berbisik.
Dengan cekatan, tangan mungil Indah segera bergerak
 membuka kotak kecil itu, muka  Indah tiba-tiba merona, berwarna merah muda,  indaaahh sekali.. ternyata kotak kecil itu berisi…………………… “kalung  mutiara yang asli!”.


Sahabat, sedikit renungan yang dapat kita petik dari cerita di atas, terkadang kita terlalu terikat dengan apa yang telah kita capai dan kita inginkan. Entah itu berupa kekayaan, kedudukan, pangkat, jabatan, pasangan, atau apapun. Kita selalu merasa berat untuk kehilangan benda atau orang yang sangat kita sayangi.  Seperti Indah yang demikian sayangnya pada kalung mutiara imitasi-nya. Namun tahukah
sahabat, seperti Pak Faisal, sesungguhnya seperti itulah Allah membimbing kita.
Terkadang Allah mencabut kedudukan kita, mengambil kekayaan kita, mengambil  orang yang sangat kita sayangi, melalui kuasanya. Sebenarnya  Allah sedang menunggu..  Apakah kita akan melepaskan
segala kepalsuan yang melekat
 pada diri kita atau tidak. Sekali  kita melepaskan kepalsuan yang  melekat, saat itu juga, Allah akan menggantinya dengan sesuatu  yang asli, yang lebih bersinar, dan abadi.


Sahabat, mudah2an kita dapat mengambil sedikit pelajaran  dari kisah kalung mutiara tersebut.

Itulah jalan Allah, ‘INDAH PADA  WAKTUNYA”, “Allah tak memberi  apa yang kita harapkan, tapi Allah memberi apa yang kita perlukan. Kadang kita sedih, marah dan kecewa. Tapi jauh diatas segalanya, Allah sedang  merencanakan yang terindah  buat kita”. “Perjalanan hidup itu ibarat sebuah hari, Dini hari adalah masa dimana lembar baru tercipta, Pagi hari adalah masa  kanak-kanak dimana mimpi digantungkan. Siang hari adalah masa dewasa dimana mimpi  dikejar dan diraih. Senja hari  adalah masa tua dimana mimpi  dinikmati, sedangkan malam adalah masa untuk  mengakhirinya dengan istirahat
panjang..
Sahabat, semoga hidup ini sebaik perjalanan hari-harimu”.

(Dr berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar